Liputan6.com, Jakarta - Rupiah ditutup
menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdangan Kamis (15/10/2015).
Penguatan rupiah itu terjadi di tengah tanda-tanda bank sentral AS
atau The Federal Reserve (The Fed) tidak akan menaikkan suku bunga pada tahun
ini. Sementara itu, pemerintah merilis paket kebijakan ekonomi jilid IV dengan
tujuan memperkokoh ekonomi nasional.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah
ditutup menguat 198 poin di level 13.418 per dolar AS, dibanding penutupan
harga pada Selasa 13 Oktober 2015 di kisaran 13.616 per dolar AS. Sepanjang
Kamis pekan ini, rupiah diperdagangkan pada kisaran 13.230 per dolar AS hingga
13.475 per dolar AS.
Berdasarkan kurs tengah BI, nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga menyentuh level 13.288 per dolar
AS pada 15 Oktober 2015 dari posisi 13 Oktober 2015 di kisaran 13.557 per dolar
AS.
Analis Pasar Uang PT Bank Negara Indonesia
Tbk (BNI) Trian Fatria menjelaskan, penguatan nilai tukar rupiah
disebabkan ekspektasi pasar yang berubah. Dari sebelumnya The Fed akan
menaikkan suku bunga AS pada tahun ini, berubah menjadi tahun depan. Perubahan
ekspektasi pasar tersebut mampu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah
Indonesia untuk memperkuat ekonomi.
"Ekspektasi pasar atas kenaikan suku
bungaTthe Fed berubah, dari sebelumnya tahun ini menjadi tahun depan. Nah,
perubahan ekspektasi ini dimanfaatkan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dengan beberapa kebijakan baru," kata Trian.
"Situasi ini memberi Indonesia lebih
banyak ruang untuk melaksanakan paket kebijakan, di mana pemerintah telah
berencana untuk mempersiapkan perekonomian dan membuatnya lebih kebal sebelum
Fed menaikkan suku bunganya," tambah Trian.
Trian memperkirakan, nilai tukar rupiah
dapat menyentuh level 13.100 per dolar AS dalam beberapa minggu ke depan.
Pergerakan rupiah oleh keputusan Bank
Indonesia (BI) soal suku bunga acuan. BI memutuskan suku bunga acuan atau BI
Rate tetap di level 7,5 persen.
Chief Economist and Director for Investor
Relation PT Bahana TWC Investment Budi Hikmat juga memperkirakan BI bakal
mempertahankan suku bunga acuannya. "BI Rate akan stay, peluang turun baru akan ada
di November," kata Budi.
Budi memperkirakan, BI masih menunggu hasil
rapat Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed yang digelar akhir bulan ini.
(Ilh/Ahm)
Analisis :
Sudut
Pandang Pemerintah : Menurut pendapat saya pemerintah
dan BI harus memeriksa apa yang menyebabkan rupiah melemah. Dalam jangka pendek
pemerintah juga harus harus membereskan manajemen logistik dan impor jika
memang pemerintah ingin melakukan swasembada pangan dan energi alternatif harus
dilakukan dengan pemberian insentif.
Untuk jangka waktu enam bulan dapat dilakukan
panen raya dan penggunaan energi alternatif. Selain itu, harus ada konsensus
antara BI, Presiden dan DPR untuk melakukan operasi pasar terbuka yang berbeda dengan
memberikan dolar yang murah untuk impor pangan dan energi. Jadi mereka beli
dengan harga murah barang-barang tersebut.
Dalam hal ini BI juga harus bisa meng-intervensi valuta asing itu agar tidak
terjadi inflasi. jika jangka pendek sudah dapat diatasi pemerintah juga harus
menyiapkan alternatif jangka menengah dengan cara memberikan insentif pajak
yang tepat untuk penyerapan lapangan kerja, untuk energi alternatif dan
ketahanan pangan.
Jika jangka pendek sudah dapat diatasi
pemerintah juga harus menyiapkan alternatif jangka menengah dengan cara
memberikan insentif pajak yang tepat untuk penyerapan lapangan kerja, untuk
energi alternatif dan ketahanan pangan.
Selanjutnya dalam jangka panjang pemerintah
dapat melakukan perbaikan dalam sector ekspor, dimulai dengan program
pembangunan infrastruktur dan teknologi sebagai faktor utama yang mendukung
kegiatan ekonomi di Indonesia. Pemerintah
dapat meningkatkan government
spending untuk memicu investasi dan kegiatan ekonomi lainnya di
Indonesia, seperti mengurangi biaya produksi melalui penurunan harga listrik, tax holiday, penurunan suku
bunga, atau melakukan deregulasi peraturan yang menghambat usaha-usaha di Indonesia
karena adanya birokrasi yang rumit. Selama infrastruktur belum mencukupi dalam
kegiatan ekspor, devaluasi mata uang bukanlah solusi yang tepat untuk saat ini.
Pemerintah juga seharusnya mengeluarkan kebijakan untuk mempercepat realisasi
belanja dan penyerapan APBN dan APBD yang saat ini masih lambat untuk
mempercepat proses pembangunan infrastruktur dan teknologi.
Aksi buyback
atau pembelian kembali saham yang dilakukan oleh beberapa BUMN juga dapat
mengatasi bursa saham yang menurun drastis. Didukung dengan keluarnya kebijakan
baru oleh OJK melalui Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
22/SEOJK.04/2015 yang secara garis besar memperbolehkan emiten untuk membeli
kembali (buyback) tanpa
melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), seharusnya aksi buyback dapat mengatasi pasar
saham yang lesu dengan efektif.
Satu hal yang dapat ditarik dari keseluruhan
adalah adanya urgensi untuk menenangkan rakyat untuk mengembalikan kepercayaan
pasar. Dengan kembalinya kepercayaan pasar, investor dapat kembali menanamkan
modalnya di Indonesia dan perekonomian Indonesia dapat kembali stabil.
Tentunya solusi-solusi tersebut manurut
pendapat saya harus diseimbangkan antara kebijakan jangka pendek dengan jangka
panjang sehingga tidak terjadi perumpamaan ‘gali lubang, tutup lubang’. Pemerintah,
BI, dan OJK sebagai pengatur sektor fiskal, moneter, dan perbankan seharusnya
melakukan koordinasi secara intensif untuk membuat kebijakan yang tersinkronasi
dengan baik antara fiskal, moneter, dan perbankan.
SUMBER :